Saturday, July 16, 2011

Pengertian Dasar Sistem Tata Suara


Jika kita telaah satu per satu dari kalimat di atas ada sebuah kata yang harus kita cermati bersama-sama, yaitu sebuah sistem. Jadi dapat kita simpulkan bahwa sebuah sistem tata suara adalah kumpulan dari beberapa peralatan elektronik yang didesain untuk memperkuat sinyal suara dan musik supaya dapat didengar oleh orang banyak (lebih dari satu orang) (dalam Fry, 1991). Dari kesimpulan sederhana ini, sebenarnya kita dapat menjumpai sistem tata suara ini di berbagai tempat seperti acara-acara konser yang melibatkan grup-grup band yang banyak dan atau memiliki nama yang cukup dikenal banyak kalangan hingga sifatnya hanya berupa “corong” pengumuman yang dapat kita jumpai di bandara-bandara atau di sekolah-sekolah.
Mungkin dari kilasan pengertian di atas timbul pertanyaan-pertanyaan yang biasanya sering dilontarkan para “pemula” di bidang ini, seperti: “Apa saja peralatan yang dibutuhkan untuk mendapatkan suatu sistem tata suara yang baik?” atau “Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan agar mendapatkan suatu sistem tata suara yang baik?” atau sebuah pernyataan klasik, “Dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mendapatkan sistem tata suara yang baik”…
Pertanyaan dan pernyataan seperti itu sering kita jumpai.
Yang jelas, semua pertanyaan tersebut berhubungan dengan prinsip yang sama yaitu:
1. Suara-suara tersebut bergerak melalui sebuah alat yang dinamakan microphone, kita singkat saja menjadi mic.
2. Mic ini mengubah sinyal suara ini menjadi sinyal elektrik dan dikirimkan melalui kabel menuju ke sebuah alat yang dinamakan mixer, atau lebih sering dikenal dengan istilah mixing console.
3. Mixer ini mengolah semua sinyal yang masuk bersamaan dan kemudian dikirimkan kembali melalui media yang dinamakan amplifier.
4. Amplifier ini memperkuat sinyal yang dikirimkan dari mixer menjadi sinyal yang lebih kuat melalui kabel yang terhubung dengan speaker.
5. Speaker ini mengubah sinyal elektrik dari amplifier menjadi getaran mekanis yang menimbulkan gelombang suara.
6. Lalu terdengarlah suara tersebut oleh telinga kita.
Nah, seperti itulah prinsip atau cara kerja dari sistem tata suara. Bila salah satu komponen dari prinsip tata suara tersebut dihilangkan maka yang terjadi adalah ketimpangan dari sistem yang mengakibatkan suara tersebut tidak dapat didengar oleh telinga kita.

Tips Sound System

Rambu yang perlu diperhatikan berikutnya yang juga tidak kalah penting adalah selalu membaca manual dari tiap-tiap peralatan yang dipakai, terutama pada pemakaian crossover. Mengapa demikian? Jawaban yang pasti adalah supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan frekuensi yang menjadi titik perpotongan antar speaker (bila sistem yang dibangun adalah sistem yang aktif, yang biasanya adalah sistem 2-way aktif, 3-way, 4-way, dan seterusnya).
Bila dalam suatu sistem dipakai beberapa buah speaker maka hal lain yang harus diperhatikan adalah fase dari speaker itu sendiri. Beberapa speaker, khususnya yang berukuran 18”, 15”, atau yang sejenis biasanya berada pada posisi In Phase atau fasenya positif. Atau dalam bahasa sederhana adalah konus speaker bergerak maju ke depan bukan ke belakang. Jenis speaker yang lain, terutama sebuah compression driver (atau dalam bahasa sehari-hari disebut tweeter) biasanya berada pada posisi Out Phase atau fasenya negatif.
Nah, pada aplikasi yang membutuhkan banyak speaker atau aplikasi sistem tata suara yang lebih rumit, fase speaker menjadi salah satu hal yang perlu kita perhatikan. Sebagai contoh, jika dalam suatu sistem terdapat 2 unit speaker 18” dimana fase salah satu speaker terbalik, maka yang terjadi adalah kita tidak dapat mendengarkan dentuman suara bass sebagaimana mestinya. Yang sering terjadi adalah karena tidak terdengar dentuman suara bass sebagaimana mestinya, kita cenderung untuk membesarkan volume bass dari mixer, dan akhirnya speaker yang kita pun jebol akibat fase yang terbalik.
Alat untuk mendeteksi fase speaker ini dinamakan Phase Checker, yang menghasilkan getaran impuls secara konstan untuk mendeteksi fase yang dihasilkan oleh speaker yang dipakai. Cara yang lain yang lebih sederhana adalah memakai baterai 9 Volt, dimana katup Positif baterai dihubungkan dengan katup Positif speaker demikian juga sebaliknya.
Hambatan yang sering terjadi berikutnya adalah feedback. Feedback terjadi karena beberapa hal, di antaranya:
1. Sinyal mic dan volume speaker monitor yang terlalu keras
2. Jumlah mic yang banyak, yang tidak terpakai tapi dalam keadaan on
3. Jarak antara mic dan speaker monitor yang terlalu dekat.
Tips menghindari feedback:
1. Matikan mic yang tidak terpakai. Hal ini mengurangi resiko feedback.
2. Jika penyebab feedback adalah speaker utama (FOH) maka disarankan agar peletakan speaker utama agak jauh dari panggung.
3. Jika penyebab feedback berupa barang atau benda yang memantul secara akustik, maka perlu dilakukan penyempurnaan seperti ditutup kain dan sebagainya.
4. Gunakan EQ untuk mempermudah pendeteksian frekuensi penyebab feedback.

Setelah memperhatikan beberapa rambu di atas, secara mendasar kita telah memasuki salah satu area dari proses mixing. Proses ini sangat membutuhkan ketelitian dan kejelian terutama pendengaran kita.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dengan baik adalah:
1. Pemakaian mic yang sesuai dengan fungsinya. Mic dynamic biasanya dapat dipakai untuk aplikasi drum hingga aplikasi vokal, sedangkan mic condenser biasanya dipakai untuk peralatan yang lebih sensitif terhadap frekuensi tinggi, seperti cymbal overhead atau gitar akustik.
2. Selalu menggunakan kabel audio yang balans, artinya kaki-kaki positif, negatif dan ground masing-masing terhubung dengan baik.
3. Untuk area panggung, biasanya sering digunakan kabel snake yang dapat mengurangi keruwetan yang terjadi di atas panggung.

Proses Mixing
· Posisikan mixer dan speaker sedemikian rupa sehingga kita dapat mendengar dengan baik semua yang terjadi di panggung sama seperti penonton atau pengunjung
· Setelah semua diset dengan baik maka lakukan sistem penyalaan yang telah disebutkan pada tips di atas
· Jangan meletakkan mic vokal tepat di depan drum atau speaker gitar. Gunakan mic yang sesuai
· Pastikan peletakan speaker tepat langsung pada pendengar, jangan letakkan speaker berada pada belakang atau samping dinding
· Tempatkan semua volume mixer pada posisi 0 (Unity Gain)
· Setting mic vokal terlebih dahulu, karena kekuatan vokal biasanya lebih lemah dibandingkan dengan alat musik, terutama drum
· Gunakan efek vokal seoptimal mungkin, jangan terlalu berlebihan yang dapat mengakibatkan performa vokal yang tidak sempurna
· Jangan gunakan efek reverb pada peralatan yang menghasilkan frekuensi rendah seperti bass, kick drum, atau tom
· Jaga agar level suara pada panggung tidak terlalu keras, terutama pada peralatan yang menggunakan amplifier seperti bass, gitar, dan keyboard. Biarkan fungsi proses dari mic dan mixer yang berfungsi secara optimal
· Bila terdapat kesempatan untuk melakukan soundcheck, maka gunakan waktu tersebut untuk menata sebaik mungkin suara yang akan dihasilkan
· Selalu tempatkan level mic vokal lebih keras dibandingkan dengan level musik. Jangan terlalu berlebihan karena dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dari pendengar

Urutan setting yang dianjurkan adalah penentuan level mic lead vokal – mic backing vokal – drum set – bass gitar – gitar – keyboard atau piano – efek vokal seperti reverb, chorus atau delay
PARAMETRIC EQ
 

Jenis EQ yang kedua adalah Parametric EQ, yang terdiri dari hanya beberapa bagian dari EQ, entah itu sejumlah 3,4,5 atau 6 bagian. Yang jelas prinsip pembagian yang dipakai dari EQ jenis ini adalah berdasarkan 3 pembagian dasar frekuensi yaitu low, mid, hi. Dari ketiga klasifikasi ini terdapat fitur tambahan yang dibuat oleh pabrikan pembuat EQ, yaitu fitur frekuensi dan Q.

Fungsi fitur frekuensi sering ditambahkan untuk menambah detil dari salah satu dari frekuensi low atau mid atau hi. Sebagai contoh, untuk menambah detil frekuensi dari suara vokal manusia, sering ditambahkan (boost) frekuensi antara 6 – 8 kHz sebesar 1 dB atau 2 dB. Contoh yang lain adalah untuk mengurangi suara popping yang dihasilkan dari mic, frekuensi antara 80 – 100 Hz dikurangi (cut) sebesar 6 dB.

Fitur tambahan yang berikutnya adalah curve shapeness atau yang lebih dikenal dengan istilah Q. Fitur ini berfungsi untuk memperlebar atau mempersempit karakteristik dari sebuah frekuensi. Sebagai contoh, bila EQ jenis ini dipakai pada aplikasi monitor speaker, maka sering kali digunakan Q yang relatif tinggi atau sering disebut high Q atau narrow band reject mode, artinya ada frekuensi-frekuensi tertentu yang dipotong untuk mengurangi feedback yang ditimbulkan dari speaker.

Compressor & Gate

Peralatan berikutnya yang sering digunakan pada sebuah sistem tata suara adalah compressor/limiter/noise gate. Pada beberapa merek pembuat alat ini, ketiga jenis fitur ini dibuat terpisah antara compressor/limiter dan noise gate, tetapi ada juga yang dijadikan satu.Menurut Davis & Jones, pengertian compressor dan limiter adalah sinyal prosesor yang berfungsi mengurangi rentang dinamis dari sebuah sinyal. Limiter didesain untuk mengurangi peningkatan level input yang dapat menghasilkan peningkatan level output di atas threshold.
Pengertian di atas memang sedikit rumit karena didasarkan pada teori yang sebenarnya dari fungsi compressor/limiter.
Nah, pengertian yang sederhana dari compressor dan limiter menurut Fry adalah: “Basically what these do is keep an eye (or should that be ear?) on signal levels, stopping them from getting any louder than the level you set (the Threshold). A compressor puts a gentle “squeeze” on excess level, whereas a limiter hits it on the head with a hammer!”
Knob-knob fungsi yang terdapat dalam sebuah compressor/limiter adalah:
  • Threshold
Knob ini memiliki level yang bervariasi pada saat alat ini memulai untuk memodifikasi sinyal dinamik dari suatu sumber bunyi. Semakin kecil level yang diset untuk menentukan threshold (kurang dari 0 dB) maka suara akan semakin “mengecil” demikian pula sebaliknya.
  • Ratio
Knob ini menentukan seberapa sinyal yang akan “ditekan” pada saat mencapai threshold. Biasanya knob ini memiliki beberapa variasi mulai dari tanpa kompresi (1:∞), kompresi yang lebih soft ( 2:1 sampai 3:1), kompresi medium (3:1 sampai 6:1), kompresi yang lebih berat (6:1 sampai 8:1) dan hard limiting (10:1 sampai ∞:1). Cara membaca ratio yang lebih mudah seperti ratio kompresi 3:1, artinya input level sebesar 3 dB akan dikompresi sedemikian sehingga output level menjadi 1 dB. Karena suara akan lebih mengecil maka perlu disesuaikan output gain dari compressor/limiter yang digunakan untuk disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.

  • Output/Output Gain
Knob ini mengontrol output gain dari compressor yang dipakai. Sebagai contoh, apabila digunakan threshold yang rendah dan rasio sebesar 10:1, maka volume secara keseluruhan dari sebuah sinyal akan hilang. Untuk mengatasi hal ini maka knob ini digunakan untuk “menaikkan” volume yang “tertekan” tanpa harus merasa was-was sinyal yang akan dikeluarkan over.
Perhatian!!! Jangan menaikkan output gain dari compressor lebih dari 3 sampai 4 dB di atas gain unity (0 dB) dari level mixer kecuali Anda memiliki kemampuan ekualisasi yang sangat baik.


  • Attack & Release
Knob attack berarti seberapa cepat compressor akan bereaksi untuk mengurangi sinyal dan knob release berarti seberapa cepat compressor akan bereaksi untuk kembali ke normal. Dalam bahasa yang lebih sederhana, knob attack berfungsi untuk mengukur seberapa cepat sinyal yang “tertutup” dan knob release berfungsi untuk mengukur seberapa cepat sinyal yang “terbuka” kembali.
Satu pertanyaan yang mungkin timbul dalam benak Anda, “Dimanakah alat ini diaplikasikan?” Compressor/limiter dapat dipakai di semua bagian dalam sistem tata suara terutama sebelum rangkaian pre-amp mic atau sebelum rangkaian power amp.
Bila ditempatkan pada rangkaian sebelum pre-amp mic, maka aplikasi compressor/limiter berfungsi untuk melakukan kompresi pada sinyal yang berlebihan atau menaikkan sinyal yang terlalu “lemah” atau dapat membantu agar sinyal yang terdengar lebih tight atau punchy.
Bila ditempatkan pada rangkaian sebelum power amp maka alat ini lebih banyak berfungsi sebagai limiter untuk melindungi rangkaian power amp dan speaker agar tidak menjadi berlebihan yang dapat mengakibatkan rusaknya rangkaian tersebut. Aplikasi yang terakhir lebih sering digunakan apabila pemakaian alat ini tidak terdistribusi secara rata per channel pada mixer/mic pre-amp. Memang diperlukan biaya yang tidak sedikit agar tiap channel dapat memakai aplikasi alat ini, karena kebanyakan alat ini hanya tercipta sebanyak dua channel bahkan satu channel saja.

Bisa dikalkulasi untuk pemakaian 16 channel mixer, akan dipakai sebanyak 8 unit dual compressor/limiter. Bila 1 unit dual compressor/limiter yang termurah seharga Rp 2.000.000,00 maka dapat dihitung berapa anggaran yang harus kita anggarkan.


Untuk itu, beberapa pabrik pembuat alat ini menciptakan pula 4 channel compressor/limiter atau yang dikenal dengan nama Quad Compressor/Limiter. Pemakaian alat ini akan menghemat pemakaian unit barang yang akan dipakai, tetapi harganya pun tidak akan dapat menjadi lebih hemat bahkan akan menjadi lebih banyak.

Loudspeaker Management System

Peralatan berikutnya yang paling vital adalah crossover. Sesuai dengan namanya, alat ini digunakan untuk memisahkan frekuensi rendah, menengah atau tinggi atau bila diaplikasikan pada speaker alat ini memiliki beberapa varian seperti:
  • 2-way crossover artinya alat ini hanya memisahkan frekuensi low dan high saja
  • 3-way crossover artinya alat ini memisahkan frekuensi low, mid dan high
  • 4-way crossover artinya alat ini memisahkan frekuensi low, low mid, high mid dan high atau frekuensi sub, low, high dan super high.

Semakin banyak pemisahan sinyal maka frekuensi yang tercacah akan semakin detil dan secara otomatis akan memerlukan lebih banyak power amp yang dipakai untuk men-drive speaker yang dimaksud.

Pada era digital ini, analog crossover lebih jarang dipakai untuk keperluan yang lebih rumit. Banyak yang lebih menggunakan digital crossover yang memiliki fitur yang lebih lengkap selain fitur crossovernya sendiri, diantaranya fitur compressor/limiter, ekualisasi baik yang grafik atau yang parametrik, delay alignment dan lain-lain. Untuk itu sering digunakan istilah LMS atau Loudspeaker Management System sebagai pengganti istilah crossover.
Perhatian!!! Perhatikan spesifikasi speaker sebelum melakukan setting crossover, agar tidak terjadi speaker blow-out atau putus

Mungkin timbul satu pertanyaan yang sering kita jumpai, “Apakah memang dalam sebuah sistem diperlukan sebuah crossover?”
Jawabannya adalah tergantung dari sistem itu sendiri.
Bila sistem yang kita pakai adalah sebuah sistem yang hanya terdiri dari 2 box speaker yang masing-masing box terdiri dari 1 unit loudspeaker 15” dan 1 unit loudspeaker 1”/2”, sebuah mixer console dan beberapa mic, maka jawaban dari pertanyaan di atas adalah
tidak perlu dipakai sebuah crossover karena biasanya dalam sistem speaker tersebut sudah terdapat crossover pasif yang tertanam dalam sistem speaker tersebut.
Bila jenis speaker yang digunakan lebih kompleks dari sistem sederhana yang telah disebutkan di atas, misal terdapat 2 box speaker yang berisi 2 unit loudspeaker 18” dan 2 box speaker yang berisi masing-masing loudspeaker 15” dan 1 unit loudspeaker 1”/2” maka jawaban dari pertanyaan di atas adalah
sangat diperlukan pemakaian sebuah crossover.
Lalu timbul lagi pertanyaan yang lainnya, “Mengapa crossover diperlukan untuk sebuah sistem yang lebih rumit?” Jawaban yang dapat diberikan adalah karena masing-masing komponen speaker memiliki kapasitas frekuensi yang berbeda-beda, seperti:

  • Komponen loudspeaker yang berukuran 18” atau 15” biasanya dipakai untuk SUB atau LOW speaker
  • Komponen loudspeaker berikutnya yang berukuran 15”, 12” atau 10” biasanya dipakai untuk LOW MID atau MID speaker
  • Sebuah compression driver yang berukuran antara 1” – 2” dan sebuah horn dipakai untuk HIGH MID atau HIGH speaker

Bila sebuah crossover tidak dipakai dalam sebuah sistem sedangkan pada sistem tersebut terdapat 3 jenis komponen speaker tersebut maka yang terjadi adalah suara yang dihasilkan tidak dapat terdefinisi dengan baik atau bahkan akan mengakibatkan terjadinya speaker blow-out alias putus.
Salah satu alasan logis yang dapat dijadikan acuan adalah loudspeaker yang berukuran 18” tidak didesain untuk menerima frekuensi tinggi dan demikian dengan compression driver yang secara ukuran lebih kecil, tidak didesain untuk menerima frekuensi rendah.
Oleh karena itu, dalam membangun sebuah sistem tata suara yang baik, salah satu pertimbangan yang perlu kita lakukan adalah pada saat instalasi sistem tersebut adalah saat pemasangan kabel speaker pada power amp dan proses setting dari crossover itu sendiri. Satu kesalahan yang terjadi pada saat proses instalasi maka akan mengakibatkan terjadinya kerusakan seluruh sistem yang dapat merugikan kita secara materi.
Alat berikutnya adalah power amp atau yang lebih dikenal sebagai amplifier. Alat ini dipakai untuk men-drive sebuah atau beberapa speaker sekaligus. Beberapa pabrikan yang memproduksi alat ini selalu mencantumkan kapasitas yang dapat dipakai untuk men-drive sebuah speaker, seperti contoh sebuah power merek X dalam tabel berikut:
Tabel 1.1:
8 Ω
4 Ω
2 Ω
Load impedance
280 W
450 W
650W
Arti dari tabel di atas adalah sebagai berikut:
  1. Power amp tersebut memiliki kapasitas impedansi transfer daya maksimum sebesar 2 ohm yang dapat men-drive speaker dengan daya sebesar 650 WPada impedansi minimum sebesar 8 ohm, speaker yang dapat di-drive oleh power amp ini sebesar 280 W. Berarti jika impedansi speaker sudah sesuai dengan impedansi minimum yang ditransfer oleh power amp maka speaker yang dipasang pada power ini setidaknya berkapasitas 280 W dengan toleransi ± 20% dari kapasitas power amp.
  2. Bila kapasitas speaker terlalu berlebihan dari kapasitas power amp maka yang terjadi adalah under powered, yang dapat mengakibatkan power amp blow-out atau bahkan dapat mengakibatkan speaker juga putus. Demikian juga sebaliknya, jika kapasitas speaker lebih kecil dari kapasitas power amp maka yang terjadi adalah over powered, yang juga dapat mengakibatkan speaker putus atau power amp terjadi blow-out.
Perhatikan!! Karakteristik suara yang dihasilkan antara impedansi 8 ohm, 4 ohm atau 2 ohm sangat berbeda. Dari contoh tabel di atas, daya yang dihasilkan oleh impedansi 4 ohm jauh lebih besar daripada impedansi 8 ohm. Demikian juga dengan impedansi 2 ohm. Menurut Fry, problem yang sering dihadapi oleh sebuah power amp adalah panas. Sebagai bukti, ketika power amp sedang beroperasi, yang kita temui adalah panas. Kadang menjadi sangat panas. Ketika power amp berfungsi pada impedansi 8 ohm maka terjadi panas yang dihasilkan secara elektronis, sedangkan apabila berfungsi pada impedansi yang lebih kecil (seperti 4 ohm atau ekstrem 2 ohm) maka panas yang terjadi lebih besar daripada ketika power amp ini berfungsi pada impedansi 8 ohm. Oleh karena itu, dalam sebuah power amp yang baik biasanya disertakan fan pendingin yang sangat berkualitas ditambah dengan komponen-komponen elektronis yang lebih rumit hanya untuk “mengurangi” panas yang ditimbulkan oleh power amp tersebut.

Speaker Monitor
Jenis speaker yang lain, berdasarkan aplikasi dan penempatannya, adalah speaker monitor. Biasanya speaker ini diletakkan di atas panggung untuk membantu semua yang berada di panggung agar suara yang mereka hasilkan dapat terdengar dengan baik tanpa gangguan. Yang penting dari aplikasi speaker ini adalah keras dan jelas.
 

 

No comments: